Blitar – Berbagai cara dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Blitar untuk menuju tata kelola keuangan yang bersih dan sehat. Ini sebagai salah satu bentuk komitmen bahwa pengelolaan keuangan itu benar-benar transparan, akuntabel yakni dengan menggunakan transaksi non tunai. Hal ini juga sebagai tindak lanjut Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 910/1866/SJ Tentang Implementasi Transaksi Non Tunai . Dengan model transaksi ini diharapkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) bisa dipertahankan. Demikian ungkapan Asisten Administrasi Umum, Drs. Mahadin CU, MM dalam kegiatan Sosialisasi Penyampaian Implementasi Transaksi Non Tunai di Kampung Coklat, Selasa (30/1).
Disampaikan pula, transaksi non tunai mulai diberlakukan paling lambat 1 Januari 2018. Sebelumnya, pada bulan Nopember 2017, di Lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Blitar pernah diadakan sosialisasi serupa. Mengingat, transaksi dengan non tunai lebih mudah, efektif, efisien dan kebocoran bisa diminimalisir.
Sebelumnya, Kepala BPKAD Kabupaten Blitar, Khusna Lindarti, S.S.Sos, M.Si menyampaikan tujuan dari sosialisasi ini satu diantaranya agar tertib administrasi keuangan, meningkatkan sumber daya pejabat dan bendahara terkait transaksi non tunai. Untuk belanja barang dan jasa yang nominalnya dibawah nominal 1 juta seperti SPPD, honor tetap menggunakan transaksi non tunai.
Kegiatan yang dihadiri oleh Kepala OPD, Camat serta bendahara pengeluaran masing-masing OPD ini mendatangkan dua narasumber yakni Budhi Rinaldi, S.Psi, M.Si dari Direktorat Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dan Dr. Sumule Tumbo, SE, MM, Direktur Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
Budhi Rinaldi, S.Psi, M.Si dalam paparannya menjelaskan antara lain implementasi non tunai dari sisi belanja baik itu implementasi LS, UP/GU/TU tidak ada uang tunai UP di brankas bendahara. Pembayaran atas tagihan UP dilakukan melalui transfer ke rekening bank penerima/pihak ketiga. Sementara itu peran perbankan dalam implementasi transaksi non tunai yakni mengganti loket-loket pembayaran daerah dan pemindahbukuan secara elektronik seluruh belanja melalui cms dari rekening pemerintah daerah ke rekening pihak ke-3 sesuai SPJ. Dampaknya transaksi pencatatan real time sesui SPJ dan pencatatan lebih akurat. Sedangkan ekspektasi dari transaski non tunai diantaranya memastikan seluruh transaski didukung bukti yang sah dan aliran dana dapat ditelusuri, mencegah pengambilan dana secara tidak sah, dan mencegah terjadinya manipulasi pertanggungjawaban belanja. Untuk nilai tambahnya yang jelas pencatatan transaksi real time, budaya kerja lebih tertib, disiplin dan akuntabel, dijadikan sebagai bahan rujukan program nasional, penyusunan laporan lebih cepat dan akurat, proses tutup buku lebih cepat dan handal. Juga berperan aktif menyukseskan gerakan non tunai dan dapat merubah pola biaya pemerintah lebih efisien dan ekonomis.
Ditempat yang sama, Dr. Sumule Tumbo, SE, MM, mengungkapkan, untuk mempercepat impelementasi transaksi non tunai antara lain melakukan koordinasi dengan lembaga keuangan bank dan/atau lembaga keuangan bukan bank terkait di daerah. Selain itu, Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan kebijakan implementasi transaksi non tunai serta menyusun rencana aksi atas pelaksanaan kebijakan dimaksud.
Disebutkan pula bahwa dalam transaksi non tunai ini dapat mendukung potensi bisnis di daerah, terutama UKM, koperasi dan sektor pariwisata. Artinya, melalui transaksi non tunai juga dapat meningkatkan produktivitas bisnis dengan memungkinkan pelaku usaha untuk dapat melakukan pelacakan aliran transaksi secara lebih valid.
Seperti diketahui, ada sekitar 12 daerah sebagai pilot project yang sudah menggunakan transaksi non tunai. Untuk Pemerintah Provinsi yakni Pemprov.Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pemrov. Bali.
Sementara itu untuk Pemerintah Kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Bantul, Semarang, Kampar dan Banyuwangi. Sedangkan Pemerintah Kota yakni Bandar Lampung, Mataram, Makasar dan Tangerang.(Humas)